Mengatasi Penyakit Kudis
MENGATASI PENYAKIT KUDIS
Penyakit kudis (gudig, Bhs. Jawa) sudah dikenal lama di masyarakat. Penyakit ini digolongkan dalam jenis penyakit kulit. Sebenarnya tidak sedikit dari kita yang telah mengenal, bahkan melihat atau merasakan penyakit ini. Penyakit kudis ini tidak hanya menyerang anak-anak, tetapi juga bisa menyerang orang dewasa, serta mempunyai frekuensi yang sama pada pria maupun wanita.
Banyak faktor yang turut menunjang perkembangan penyakit ini. Antara lain faktor sosial ekonomi yang rendah, higieni yang buruk, sex bebas, perkembangan demografi serta ekologi penduduk. Penyakit ini juga dapat digolongkan dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS atau penyakit hubungan seksual).
APA PENYEBAB PENYAKIT SKABIES?
Penyakit yang sudah dikenal hampir satu abad lalu ini, disebabkan akibat infestasi tungau sejenis parasit hewan dengan nama Sarcoptes Scabiei (S.Scabiei) tipe hominis, atau yang menyerang manusia. Kutu ini khusus menyerang dan menjalani siklus hidupnya dalam lapisan kulit tanduk manusia. Manusia adalah tuan rumahnya. Sehingga ia akan tetap berkembang biak secara tak terbatas bila tidak dilakukan pengobatan dan pencegahan yang tepat.
Yang menimbulkan gejala skabies ini adalah jenis Sarcoptes Scabiei betina. Apabila bila tungau betina tersebut hamil, ia membuat terowongan pada lapisan tanduk kulit untuk meletakkan telur-telurnya. Setiap hari, sang betina akan bertelur dua sampai tiga butir. Satu tungau mampu bertelur sampai 50 butir. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu tiga sampai empat hari, kemudian menjadi larva. Dalam waktu tiga sampai hari berikutnya, larva berubah menjadi nimfa, lalu akan berubah menjadi tungau jantan dan betina dewasa. Tungau betina berukuran kurang lebih 350-450 mikron. Sedangkan tungau jantan berukuran kurang lebih setengah dari ukuran tungau betina. Siklus hidup mulai dari telur sampai dewasa memakan waktu lebih kurang 8-17 hari. Tungau betina dapat hidup 2-3 pekan, tetapi tungau jantan akan mati setelah kopulasi (kawin).
Ada juga Sarcoptes Scabie Animalis (hewan) yang bisa menyerang hewan, misalnya anjing, kucing, lembu, kelinci, kambing, ayam, itik, harimau, beruang dan monyet. Tungau jenis ini juga dapat meyerang manusia yang pekerjaannya erat dengan hewan-hewan tersebut, misalnya peternak atau penggembala.
BERPINDAHNYA HEWAN SARCOPTES SCABIE PADA MANUSIA
Ada dua cara berpindahnya tungau penyebab scabies ini. Pertama, kontak lansung (kontak kulit dengan kulilt). Misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan bisa juga melalui hubungan seksual. Kedua, kontak tidak lansung (melalui benda). Misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain.
GEJALA DAN TANDA-TANDA PENTING
Biasanya, kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret (getah) dan ekskreta (tinja) dari tungau tersebut, yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah penyakit dimulai. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai suatu radang dan infeksi kulit (dermatitis), dengan ditemukan papula atau vesikel (berisi cairan) dan rasa gatal. Garukan dapat menimbulkan lecet-lecet, luka yang mengoreng; bahkan infeksi sekunder (berlanjut) karena berlanjutnya penyakit.
Ada empat tanda yang penting diketahui. Pertama, gatal pada malam hari (pruritis nokturna). Hal ini disebabkan karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu lembab dan panas. Kedua, penyakit ini menyerang manusia secara kelompok. Misalnya, dalam sebuah keluarga, pondok atau asrama. Biasanya seluruh anggota kelompok tersebut terkena infeksi kulit ini. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya. Juga sebagian besar tetangga yang berdekatan, akan diserang oleh kutu tersebut. Keadaan ini dikenal dengan istilah hiposensitisasi. Yaitu seluruh anggota kelompok terkena. Jika orang yang mengalami infestasi tungau, tetapi tidak menampakkan gejala, maka ia disebut pembawa (carier). Ketiga, adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat yang disenangi tungau untuk tinggal (lokalisasi), berwarna putih atau keabu-abuan, bentuk garis lurus atau berkelok-kelok. Rata-rata panjangnya 1 cm. Pada ujung terowongan tersebut terdapat papula dan vesikel. Bila timbul infeksi sekunder, kelainan kulitnya akan makin beraneka ragam (mengelupas, bernanah dan lain-lain). Keempat, ditemukannya tungau pada kulit manusia yang diserang. Hal ini merupakan tanda yang paling menentukan bagi penderita, bahwa dirinya terserang penyakit skabies.
TEMPAT-TEMPAT YANG DISERANG SKABIES (LOKALISASI)
Kulit yang diserang, diantaranya pada sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, bagian lengan bawah dan siku, sekitar pusat, paha bagian dalam, genetalia (alat kelamin) pada pria, perut bagian bawah dan pantat. Pada bayi dapat menyerang tangan, telapak tangan dan telapak kaki, tetapi bisa juga pada kaki dan wajah, karena seluruh kulitnya masih tipis.
PENANGANAN TERHADAP PENYAKIT SKABIES
Secara umum, penanganan terhadap penyakit skabies ini, sebagai berikut:
• Meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan.
• Menghindari orang-orang yang terkena penyakit ini.
• Mencuci pakaian yang dipakai sehari-hari, benar-benar dalam keadaan bersih, dan diusahakan untuk disetrika.
• Menjemur alat-alat perlengkapan tidur beberapa hari sekali.
• Menghindari memakai pakaian atau handuk bersama-sama.
• Mandi secara teratur dua kali sehari dan diusahakan memakai sabun.
• Meningkatkan gizi untuk meningkatkan daya tahan fisik kulit.
• Penderita, seluruh anggota keluarga serta pasangan sex penderita, juga harus diperiksa dan diobati bila ternyata menderita penyakit yang sama.
Adapun secara khusus, ialah dengan pengobatan setempat (topikal). Pengobatan ini dengan cara dioleskan pada tempat-tempat yang terkena. Umumnya setelah 24 jam diberikan secara efektif, penderita tidak menularkan penyakitnya. Walaupun demikian, gatal masih menetap meskipun parasit sudah hilang. Karena hipersensitifitas terhadap tungau dan produknya tidak segera hilang.
Contoh macam obatnya adalah : Zalf 2-4, Gameksan. Selain itu, kadang diperlukan pengobatan sistemik atau yang diminum, apabila sangat gatal dan ada infeksi sekunder. Misalnya golongan antihistamin dan antibiotika serta kortikosteroid apabila benar-benar diperlukan. Dalam hal ini, sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter atau paramedik yang mengetahuinya. Wallahu a’lam.
(dr. Tyas Arifianti, Sumber: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, FKUI dan Saripati Penyakit Kulit, Penerbit EGC).
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VIII/1423H/2003M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton – Gondangrejo Solo, 57183]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/328-mengatasi-penyakit-kudis.html